Historical Cost
Dunia usaha pada umumnya selalu mendasarkan diri pada historical
cost yaitu asumsi adanya stable monetary unit
yang mengakibatkan semua transaksi yang terjadi dicatat atas dasar nilai
historis atau nilai yang didapat saat terjadi transaksi. Di sisi lain disadari
pula bahwa stable monetary unit tersebut pada kenyataannya tidak ada, apalagi
pada Negara yang menganut ekonomi terbuka seperti Indonesia.
Penggunaan historical cost dalam akuntansi finansial disebabkan karena beberapa alasan:
1. Relevan dalam pembuatan keputusan ekonomi.
Bagi manajer dalam membuat keputusan masa depan diperlukan data transaksi masa
lalu.
2. Nilai historis yang berdasarkan data obyektif
dapat dipercaya, dapat diaudit dan lebih sulit untuk
memanipulasi bila dibandingkan dengan nilai yang lain seperti current
cost ataupun replecement cost.
3. Karena telah disepakati berlakunya prinsip
akuntansi pada penggunaan historical cost memudahkan untuk melakukan perbandingan baik antara industri
maupun antar waktu untuk suatu industri.
Kelemahan penggunaan nilai historis antara lain:
1. Adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena
pendapatan untuk suatu hal tertentu pada saat tertentu akan dibebani biaya yang
didasarkan pada suatu nilai uang yang telah ditetapkan beberapa periode yang
lalu pada saat pencatatan terjadinya biaya tersebut.
2. Nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan
mempunyai nilai yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan perkembangan
harga daya beli uang terakhir. Di samping itu juga terjadi perubahan-perubahan
kurs yang cepat atas aktiva dan pasiva dalam valuta asing yang dikuasai
perusahaan sehingga mengalami kesulitan dalam perhitungan selisih kurs yang
tepat
3. Alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi
akan dibebankan terlalu kecil dan mengakibatkan laba dihitung terlalu besar.
4. Laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh
perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada asumsi adanya stable monetary unit
tersebut tidaklah riil apabila diukur dengan perkembangan daya beli uang yang sedang
berlangsung.
5. Adanya stable monetary unit. Perusahaan tidak
akan mempertahankan real capital-nya dan ada kecenderungan terjadinya
kanibalisme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak perseroan dan
pembagian laba yang lebih besar daripada semestinya.
6. Menyalahi mathematical principle
karena berbagai himpunan yang tidak sama dijumlahkan menjadi satu.
7. Di samping hal-hal di atas akan timbul
kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan apabila harus mendasarkan pada
laporan akuntansi yang disusun atas dasar asumsi.
mengapa akuntan terus menggunakan historical cost ?
mengapa tidak menyesuaikan aset perusahaan dan kewajiban dengan
nilai pasar, karena nilai tersebut akan lebih berguna bagi investor yang
berusaha menaksir nilai perusahaan?
Alasan utama adalah estimasi handal atas nilai pasar dari hampir
semua aset perusahaan secara umum sulit dan sering tidak mungkin diperoleh.
Nilai pasar aset individual bergantung pada variabel-variabel seperti jumlah
yang dibeli, kondisi pasar ketika dibeli, dan ketersediaan kutipan harga yang
handal.
Beberapa aset, khususnya barang dalam proses untuk persediaan akan
memiliki nilai pasar ketika barang tersebut terjual. Aset seperti tanah,
gedung, dan peralatan sering tidak memiliki nilai pasar yang ditentukan
secara efektif sampai aset tersebut dijual atau diganti.
» Aset bertujuan khusus seperti tools dan
program software komputer sering tidak memiliki nilai pasar tertentukan
atau harga pengganti yang terukur.
» Banyak aset yang tergantikan oleh adanya teknologi
baru. Misalnya kabel telepon diganti dengan wireless fiber optic atau transmisi
satelit.
» Susah juga menilai aset tak berwujud seperti
penelitian dan pengembangan (R&D), periklanan, pelatihan personel, merek
dagang, dan goodwill, yang sering tidak dibeli dan dijual secara terpisah dari
perusahaan yang mengembangkannya.
Yang pasti, kesulitan tersebut tidak menghalangi semua upaya
profesi akuntansi untuk menciptakan realitas ekonomi yang lebih luas dalam
laporan keuangan auditan. Tapi hasil dari usaha tersebut bersifat instruktif.
Contohnya: SEC mewajibkan penggunaan kos pengganti aset tetap pada tahun 1976,
perusahaan menyatakan bahwa penerapan tersebut biayanya besar
(bahkan sia-sia) seperti yang disyaratkan dalam FAS 33 pada tahun 1978, sehingga
lebih baik menggunakan penyajian dengan tingkat harga yang disesuaikan pada
statemen tambahan (supplementary statement).
Fair Value
Apa
sebetulnya nilai wajar itu, dan untuk mengukur apa?
Nilai
wajar didefinisikan dalam IFRS sebagai, “the amount for which an asset could
be exchanged between knowledgeable, willing parties in an arm’s length
transaction.” Nilai wajar ini digunakan untuk mengukur:
1. Satu
aset
2. Sekelompok
aset
3. Satu
liabilitas
4. Sekelompok
liabilitas
5. Konsiderasi
bersih dari satu atau lebih aset dikurangi satu atau lebih liabilitas terkait
6. Satu
segmen atau divisi dari sebuah entitas
7. Satu
lokasi atau wilayah dari suatu entitas
8. Satu
keseluruhan entitas
Yang
dimaksud dengan pengukuran di atas bukan merupakan pengukuran awal. Untuk
pengukuran awal (saat aset diakuisisi atau liabilitas muncul), entitas tetap
menggunakan dasar harga
pada saat terjadinya transaksi. Setelah pengukuran awal (biasa disebut sebagai
pengukuran setelah pengukuran awal), yaitu saat pelaporan keuangan (dan untuk
pelaporan seterusnya, selama aset masih dikuasai), entitas boleh memilih
model harga
(berdasar historical cost) atau model revaluasi (berdasar nilai wajar)
untuk mengukur pos-pos laporan keuangannya.
Kebaikan
Menggunakan Fair Value
a) Relevance.
Banyak
orang percaya bahwa standard akuntansi historical cost telah banyak
kehilangan relevansinya karena kegagalannya mengukur realitas ekonomi. Hampir
semua orang setuju bahwa peristiwa ekonomi – yaitu, kejadian yang mengubah
waktu kapan arus kas diterima dan jumlahnya yang akan datang – harus tercermin
(terungkap) dalam laporan keuangan lembaga. Akan tetapi, seringkali model
historical cost hanya mengukur transaksi sudah selesai dan gagal mengakui
adanya perubahan nilai riil lain yang dapat terjadi.
b) Reliability.
Masalah
yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model akuntansi
berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai
bersifat ekonomis, dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah
dan kapan mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam
pemilihan apa yang dilaporkan, dan memperburuk kompromi kenetralan dan
dipercayainya informasi keuangan.
Keburukan
Menggunakan Fair Value
a) Fair value berusaha
menyediakan informasi yang transparan dengan menilai aset pada tingkat harga
yang dihasilkan jika segera dilikuidasi-sehingga sangat sensitif terhadap
pasar.
b) Akuntansi fair value bekerja
melalui akuntansi mark-to-market (MTM),
Yaitu
aset dicantumkan pada harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka.
Menggunakan akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan yang
terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami
kenaikan dan penurunan serta laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat
semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan
bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di pasar.