“Bila Dia Yang Kita Cintai”
Kira-kira apa perasaan Anda, ketika diberitahu bahwa Anda akan segera kedatangan tamu yang akan menginap di rumah Anda untuk beberapa saat? Seneng ataukah sebaliknya, merasa terganggu atau biasa-biasa saja.
Jawabannya sih tergantung siapa tamunya. Kalau tamunya biasa-biasa saja, barangkali kita juga biasa-biasa saja. -Padahal kita diperintahkan untuk memuliakan tamu- Tapi coba bayangkan. Jika yang akan mendatangi kita adalah orang-orang yang kita cintai dan kita hormati, misal bapak dan ibu, mertua, guru atau temen dekaaat kita atau orang yang pernah berjasa dalam hidup kita. Gimana coba?
Sudah barang tentu kita akan dengan senang hati menyambutnya. Tak perlu ditanya akan berapa lama mereka di rumah kita. Kita pun akan segera menyiapkan sebuah kamar terbagus untuk mereka. Merapikan dan menghiasnya. Kemudian menyediakan jamuan istimewa untuk mereka. Siap memenuhi segala kebutuhan mereka, siap mengantar mereka kemana pun mereka hendak pergi. Dan bila saat-saat perpisahan itu datang, duh rasanya hati ini khawatir apakah service kita mengecewakan tamu tercinta kita. Dan, … pokoknya sedih dah!
Demikian halnya, kita saat ini. Kita sedang berada di gerbang seribu bulan. Bulan yang dimuliakan Allah. Bulan yang ibadah wajibnya dilipatkan Allah hingga 70 kali lipat dan ibadah sunnahnya disamakan dengan ibadah wajib di bulan lain. Bulan penuh berkah, rahmat dan pengampunan serta pembebasan dari nafsu dan belenggu syeitan. Bulan yang didalamnya terdapat sebuah malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Bulan Suci Ramadhan akan mendatangi kita.
Pertanyaannya sederhana saja: Apakah kita gembira, bahagia dan senang dengan kedatangan bulan ini?
Apakah pertanyaan di atas bukan bid’ah yang diada-adakan. Apakah ada hubungannya kecintaan dan kebahagiaan kita menyambut Ramadhan dengan amalan kita di dalamnya. Kita tak hendak mendiskusikan ini. Karena ada nilai dan pesan normatif yang lebih penting dari itu.
Bila kita menjawabnya:Ya, seneng dan gembira. Maka ilustrasi di atas akan membuka cakrawala bagaimana kita menyambut tamu yang kita hormati sekaligus kita cintai.
Pertanyaan berikutnya: Apa yang telah kita siapkan untuk menyambutnya. Apa yang kita punyai untuk menyambutnya. Seberapa jauh kita siap dan mempersiapkan keluarga kita untuk menyambutnya?
Pertanyaan berikutnya: Salah satu tujuan puasa Ramadhan adalah tercapainya ketaqwaaan. Kira-kira kita yang sudah berpuasa selama 10-20 tahunan atau lebih kurang… sejak kapan kita merasa telah mencapai target taqwa tersebut.
Barangkali kita kesulitan untuk merasa, kapan kita mencapai target taqwa. Pertanyaan sederhana berikutnya: Bagaimana dengan Ramadhan tahun kemarin? Bila jawabannya ternyata belum juga, maka… kita punya kesempatan untuk merealisasikannya tahun ini. Ya… insya Allah kita mampu, asal ada kekuatan azam dan niat yang kuat. Kesempatan untuk mengukir prestasi.
Dan bila jawabannya sudah. Maka alangkah sedihnya jika pada tahun ini prestasi kita menurun. Sungguh merugi. Sangat merugi.
Mukmin yang sungguh-sungguh. Mereka adalah orang-orang yang menganggap bulan ini adalah peluang untuk melejitkan prestasi di hadapan Allah. Maka kita selalu menjumpai orang seperti ini senantiasa merasakan detik-detik Ramadhan sangat berharga. Mereka selalu berada dalam ketaatan. Kalau tidak sedang shalat, baca Al-Qur’an, dzikir, saling menolong dan menasehati, memenuhi kebutuhan saudaranya dsb. Tak ada waktu terlewat kecuali untuk sesuatu yang baik dan bermanfaat.
Segolongan orang yang niatnya baik, tapi himmah dan azamnya lemah. Orang ini berniat menargetkan berbuat sesuatu di bulan Ramadhan. Mereka punya tekad berbuat baik. Tapi karena azamnya lemah, maka hanya bertahan pada awal-awal bulan saja. Kemudian mereka tidak merasakan kehadiran tamu ini. Baik hanya di awalnya saja setelah itu ketahuan aslinya. Orang yang biasa-biasa saja. Artinya kedatangan Ramadhan tidak memberi bekas sama sekali. Kalau ibarat tamu, ia dicuekin. Sedih!
Orang-orang yang tidak menyukai kedatangan Ramadhan. Karena mereka menganggap Ramadhan sebagai penghalang bagi mereka untuk memuaskan nafsu dan segala keinginan. Mereka dengan terpaksa menerima kedatangan tamu ini tapi sesungguhnya mereka membencinya. Lebih parah dari pada ini. Orang yang tidak menghormati sama sekali adanya bulan Ramadhan. Dengan sangat ringan menginjak-injak kesucian dan kehormatannya.
Kembali kita tanya diri kita sendiri. Kita berada di bagian mana dari ke empat tipe di atas. Jangan sampai kita berada dalam suatu keadaan sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw. “Rugi dan merana lah orang yang menjumpai Ramadhan sedang dosanya belum diampuni”.
Sedang para sahabat Rasul saw. Setengah tahun setelah berpisah dengan Ramadhan mereka berdoa: “Ya Allah terimalah puasa dan amalan kami di Bulan Ramadhan”. Setengah tahun berikutnya mereka berdoa: “Ya Allah smapaikan –umur- kami hingga kami menjumpai Ramadhan”. Ya, karena mereka tahu penting dan berharganya Ramadhan karenanya berharap sepanjang tahun adalah bulan Ramadhan. Karena mereka sangat mencintai Ramadhan. Gembira ketika tamu Agung itu datang.
Bagaimanakah kita? Tak perlu kita jawab sekarang. Masih ada waktu untuk merenungkannya dengan diri kita.